Tidak sedikit dari kita yang mendapati rintangan dan kesulitan dalam kehidupan. Namun, tidak semua orang dapat mengatasi permasalahan tersebut dengan mudah. Sering kali rintangan dan kesulitan yang hadir menjadi penghalang kita untuk terus berusaha menjalani hidup. Tetapi tidak dengan seorang kakek penjual kopi keliling bernama Mulyono. Usia yang sudah tua tidak menjadi penghalang untuk terus mencari rezeki demi membiayai kehidupannya.
Pak Mulyono atau yang biasa dipanggil Pak Mul berasal dari Desa Kraton, Pekalongan. Ia berjualan kopi keliling sejak tahun 2016. Berjualan kopi di sekitar daerah Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat. Tidak memiliki tempat tinggal, dan biasanya tidur dimana saja ketika ia merasa sudah mengantuk.
Pak Mul lebih sering singgah dibeberapa tempat daripada berkeliling. Tetapi biasanya singgah di depan Danamon Bank, Jalan Pasar Baru Selatan karena tempat supir-supir taxi yang beristirahat. Tak kuat lagi sering-sering mengayun sepeda membuat pendapatannya hanya bergantung dari pembeli yang menghampirinya. Namun, semua itu cukup untuk makan dan rokok sehari-hari.
Harus hidup di luar tanpa bangunan rumah adalah mimpi buruk yang mau tak mau di nikmati. Umurnya yang sudah tidak bujang lagi membuat nya lebih kunjung penat. Berhadapan dengan siang dan malam nya dunia yang hampir rampung. Seharusnya ia sudah menikmati sisa umurnya. Bahkan, terus menerus di gempur oleh keadaan yang jahat.
Tetapi, ternyata alam terus membantu Pak Mul dengan kehebatannya. Suatu ketika ada seseorang perwira yang membeli segelas kopi nya, namun perwira itu membayarnya Rp. 20.000. Saat perwira itu hendak pergi ke kantor, Pak Mul kembali diberi uang sebesar Rp. 100.000. Semua itu adalah kehebatan alam untuk terus membantunya agar tetap utuh di dunia.
Selama menjual kopi keliling, Pak Mul sudah melewati banyak cobaan hidup. Dulu ia pernah kehilangan dagangannya. Sore itu lelah menghantui nya, berniat membaca koran tetapi tertidur tidak sengaja. Ketika terbangun ia melihat bahwa sepeda dan dagangan kopinya hilang tak tersisa.
Tak lama kemudian datang tiga perempuan pegawai bank menghampirinya dan bertanya "kemana dagangan kopinya?" dengan rasa hancur Pak Mul berkata semua itu hilang entah kemana. Karena tak tega, ketiga pegawai bank tersebut pun memberikan uang sebesar Rp. 800.000 untuk modal ia membeli sepeda, kopi, termos dan keperluan lainnya agar bisa berjualan kembali. Semua itu membuat ia sangat bersyukur dan berterima kasih.
Tidak hanya itu, tas Pak Mul juga pernah dicuri orang. Kejadiannya pun sama ketika ia sedang terlelap di bangku pinggir jalan. Karena pulas, tas nya di rampas orang yang tak punya hati. Sebenarnya ia menyadari tindakan itu, tetapi ia tidak melakukan apapun. Hanya pasrah dan yakin bahwa Tuhan yang akan membalasnya.
Pantang bagi dirinya untuk menengadahkan tangan demi kehidupannya. Mungkin hal itu memang terlihat lebih mudah dan minim tenaga. Bagi Pak Mul usaha sekecil apapun akan di lawan untuk makan sehari-hari. "Lebih baik saya mati kelaparan dari pada saya mengemis," ujar dirinya dengan wajah yang penuh rasa yakin.
Tidak banyak berharap Pak Mul kepada dunia, hanya menggenggam doa dan keyakinan kepada Tuhan bahwa ia hanya ingin tetap sehat dan tidak menyerah. Walau banyak sekali manusia baik yang sesekali memberikan ia harapan dan sebagai perantara dari Tuhan atas rezekinya.
Kita tidak bisa memilih jadi apa nanti ketika hidup di dunia. Tuhan
sudah mengatur kehidupan kita masing-masing. Jika hidup tak seperti yang kita
inginkan, mengeluh pun tak ada gunanya. Hal yang harus kita lakukan adalah jangan
berhenti berusaha, berdoa, dan bersyukur kepada Tuhan agar apapun yang
diberikan selalu membuat kita bahagia.